Rabu, 23 April 2014

Tugas Softskill Hukum Perikatan

Nama : Yuliana Wulandari Ekhwan
Kelas : 2EB20
NPM : 27212939

BAB 4
HUKUM PERIKATAN
A. Pengertian 
Hukum perikatan yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan sebutan verbintenis ternyata memiliki arti yang lebih luas  daripada perjanjian. Hal ini disebabkan karena hukum perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perkataan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan “zaakwaarneming”.
Berikut ini merupakan definisi hukum perikatan menurut para ahli :
1.      Menurut Pitlo
Hukum perikatan menurut Pitlo adalah “suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.
2.      Menurut Subekti
Hukum perikatan menurut Subekti adalah "Suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu".
3.      Menurut Hofmann
Hukum perikatan menurut  Hofmann adalah “suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu". 
4.      Menurut Vollmar
Hukum Perikatan Menurut Vollmar, Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.
Sementara pengertian hukum perikatan yang umum digunakan dalam ilmu hukum adalah: “Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan prestasi”.
B. Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP terdapat 3 sumber, yakni :
1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2.      Perikatan yang timbul dari undang-undang
3.      Perkatan terjadi bukan perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
 Sumber perikatan berdasarkan Undang-undang, yaitu :
1.       Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan lahir karena persutujuan atau karena undang-undang. perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.       Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.      Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai perbuatan orang 
C. Azas-Azas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1.      Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2.      Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
a.       Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
b.      Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
c.       Mengenai Suatu Hal Tertentu
Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
d.      Suatu sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
D. Wansprestasi dan Akibat-akibatnya
·         Wanprestasi
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
·         Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni
Ø  Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
Ø   Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
Ø  Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
E. Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a.       Pembayaran
Dengan “pembayaran” dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela. Yang wajib membayar suatu utang, bukan saja si berutang, tetapi juga seorang kawan berutang dan seorang penanggung utang. Dalam pasal 1332 KUHPer diterangkan bahwa suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang pihak ketiga yang bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya si berutang, atau jika ia bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang. Agar pembayaran itu sah, perlu orang yang membayar itu pemilik dari barang yang dibayarkan dan berkuasa memindahtangankannya.
Pembayaran harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada seorang yang dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan oleh hakim atau oleh UU untuk menerima pembayaran-permbayaran bagi si berpiutang. 
b.      Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
Merupakan cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran. Cara itu adalah sebagai berikut : 
o   Barang atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaris atau seorang juru sita pengadilan kepada kreditur atas nama debitur, pembayaran mana akan dilakukan dengan menyerahkan (membayarkan) barang atau uang yang telah diperinci. Notaris atau juru sita tadi sudah menyediakan suatu proses perbal. 
o   Apabila kreditur suka menerima barang atau uang yang ditawarkan itu, maka selesailah perkara pembayaran itu. 
o   Apabila kreditur menolak, maka notaris/juru sita akan mempersilahkan kreditur itu menandatangani proses perbal tersebut dan jika kreditur tidak suka menaruh tanda tangannya, hal itu akan dicatat oleh notaris/jurusita di atas surat proses perbal tersebut. Dengan demikian ada bukti yang resmi bahwa si berpiutang telah menolak pembayaran. 
o   Langkah berikutnya: Debitur di muka Pengadilan Negeri dengan permohonan kepada pengadilan itu supaya pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran yang telah dilakukan itu. 
o   Setelah itu, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri dan dengan demikian utang piutang itu sudah hapus. Barang atau uang tersebut di atas berada dalam simpanan Kepaniteraan Pengadilan Negeri atas tanggungan (resiko) si berpiutang. 
Si berpiutang sudah bebas dari utangnya. Segala biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan, harus dipikul oleh si berutang. 
c.       Pembaharuan utang;
Menurut pasal 1413 KUHPer, ada 3 macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu: 
§  Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Disebut dengan novasi objektif karena yang diperbaharui adalah objeknya perjanjian. 
§  Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya. Disebut novasi subjektif passif karena yang diganti adalah debiturnya; 
§  Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya. Disebut sebagai novasi subjektif aktif karena yang diganti adalah krediturnya. 
d.      Perjumpaan utang atau kompensasi;
Merupakan cara penghapusan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang piutang secara timbal balik antara kreditur dan debitur. Jika dua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan. 
o   Perjumpaan tersebut terjadi demi hukum
Agar dua utang dapat diperjumpakan, perlulah dua utang itu seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlahnya dan seketika dapat ditagih. Kedua utang itu harus sama-sama mengenai uang atau barang yang dapat dihabiskan, dari jenis dan kwalitet yang sama, misalnya beras kwalitet Cianjur. 
Perjumpaan terjadi dengan tidak dibedakan dari sumber apa utang piutang antara kedua belah pihak itu telah lahir, terkecuali: 
*      Apabila dituntutnya pengembalian suatu barang yang secara berlawanan dengan hukum dirampas dari pemiliknya; 
*      Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan; 
*      Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita (alimentasi). 
Jadi ketentuan di atas merupakan larangan kompensasi dalam hal-hal yang demikian
e.       Percampuran utang;
Apabila kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur) berkumpul pada satu orang, maka terjadi demi hukum suatu pencampuran utang dengan mana utang-piutang itu dihapuskan. Misalnya, si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau si debitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin. Hapusnya utang piutang dalam hal pencampuran ini, adalah betul-betul “demi hukum” dalam arti otomatis. 
Pencampuran utang yang terjadi pada dirinya si berutang utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya (“borg). Sebaliknya pencampuran yang terjadi pada seorang penanggung utang tidak sekali-kali mengakibatkan hapusnya utang pokok.
f.       Pembebasan utang;
Apabila si berpiutang dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari si berutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian, maka perikatan – yaitu hubungan utang piutang – hapus. Perikatan di sini hapus karena pembebasan. Pembebasan suatu utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan, misalnya pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh si berpiutang kepada si berutang. 
Pembebasan utang perlu diterima baik dahulu oleh debitur, barulah dapat dikatakan bahwa perikatan utang-piutang telah hapus karena pembebasan, sebab ada juga kemungkinan seorang debitur tidak suka dibebaskan dari utangnya. 
Perbedaan antara pembebasan utang dengan pemberian (“schenking”) adalah bahwa pembebasan utang tidak menerbitkan suatu perikatan, justru menghapuskan perikatan, dan dengan suatu pembebasan tidak dapat dipindahkan suatu hak milik, sebaliknya suatu pemberian meletakkan suatu perikatan antara pihak penghibah dan pihak yang menerima hibah dan perikatan itu bertujuan memindahkan hak milik atas sesuatu barang dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya. 
Musnahnya barang yang terutang Jika barang tertentu yang menjadi objek perjanjian musnah, tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang,hingga sama sekali tidak diketahui apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang tadi musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya. 
g. Musnahnya barang yang terutang;
h. Batal/pembatalan;
Perjanjian-perjanjian yang kekurangan syarat objektifnya (sepakat atau kecakapan) dapat dimintakan pembatalan oleh orang tua atau wali dari pihak yang tidak cakap itu atau oleh pihak yang memberikan perizinannya secara tidak bebas karena menderita paksaan atau karena khilaf atau ditipu. Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan syarat subjektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara: 
v  Pertama, secara aktif menuntut pembatalan perjanjian yang demikian di depan hakim. 
v  Kedua, secara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan di situlah baru mengajukan kekurangannya perjanjian itu. 
Untuk penuntutan secara aktif diberi batas waktu 5 tahun, sedangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak diadakan pembatasan waktu itu. Penuntutan pembatalan akan tidak diterima oleh Hakim, jika ternyata sudah ada “penerimaan baik” dari pihak yang dirugikan, karena seorang yang sudah menerima baik suatu kekurangan atau suatu perbuatan yang merugikan baginya, dapat dianggap telah melepaskan haknya untuk meminta pembatalan. 
Ada pula kekuasaan yang oleh “Ordonansi Woeker” diberikan kepada Hakim untuk membatalkan perjanjian, kalau ternyata antara kedua belah pihak telah diletakkan kewajiban secara timbal balik, yang satu sama lain jauh tidak seimbang dan ternyata pula, satu pihak telah berbuat secara bodoh, kurang pengalaman atau dalam keadaan terpaksa. 
i.Berlakunya suatu syarat batal;
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya perikatan sehingga terjadinya peristiwa tadi, atau secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut. 
Dalam hal yang pertama, perikatan dilahirkan hanya apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Dalam hal yang kedua, suatu perikatan yang sudah dilahirkan justru akan berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi. Perikatan semacam yang terakhir ini dinamakan suatu perikatan dengan suatu syarat batal. 
Dalam Hukum Perjanjian pada asasnya suatu syarat batal selamanya berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian. Dengan begitu, syarat batal itu mewajibkan si berutang untuk mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan itu terjadi. Namun berlaku surutnya pembatalan itu hanyalah suatu pedoman yang harus dilaksanakan jika itu mungkin dilaksanakan. 
j. Lewat waktu.
Menurut pasal 1946 KUHPer, yang dinamakan daluwarsa atau lewat waktu ialah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsa “acquisitif”, sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan (atau suatu tuntutan) dinamakan daluwarsa “extinctif”. 
Menurut pasal 1967, segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu atas hak, lagipula tak dapatlah diajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk. 
Dengan lewatnya waktu tersebut di atas, hapuslah setiap perikatan hukum dan tinggallah suatu “perikatan bebas” artinya kalau dibayar boleh tetapi tidak dapat dituntut di depan hakim. Debitur jika ditagih utangnya atau dituntut di depan pengadilan dapat mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang kedaluwarsanya piutang dan dengan demikian mengelak atau menangkis setiap tuntutan

BAB 5
PERJANJIAN
A.    Pengertian Perjanjian
§  Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
§  Menurut Rutten 
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
§  Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
B.     Standar Kontrak Dalam Hukum Perjanjian
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
o   Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
o   Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
*      Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
*      Subjek dan jangka waktu kontrak
*      Lingkup kontrak
*      Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
*      Kewajiban dan tanggung jawab
*      Pembatalan kontrak
C.     Macam – Macam Perjanjian
1.      Perjanjian Jual-beli
2.      Perjanjian Tukar Menukar
3.      Perjanjian Sewa-Menyewa
4.      Perjanjian Persekutuan
5.      Perjanjian Perkumpulan
6.      Perjanjian Hibah
7.      Perjanjian Penitipan Barang
8.      Perjanjian Pinjam-Pakai
9.      Perjanjian Pinjam Meminjam
10.  Perjanjian Untung-Untungan
D.    Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1.      Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum.
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3.      Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4.      Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum. 
E.     Syarat Lahirnya Perjanjian
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan. Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
Ø  Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
Ø  Teori Pengiriman (Verzending Theori)
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
Ø  Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
Ø  Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
a.       Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
b.      Pembatalan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1.      Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2.      Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3.      Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4.      Terlibat hukum
5.      Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.

BAB 6 & 7
Hukum Dagang (KUHD)
A.    Hubungan Hukum Perdata Dengan Hukum Dagang
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum Perdata:
1.      Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
2.      Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3.      Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
B.     Berlakunya Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
C.      Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha (pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
1.      Pembantu-pembantu pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
2.      Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara, noratis, makelar, komisioner.
D.    Pengusaha dan Kewajibannya
*      Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
*      Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
*      Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan
*      Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
*      Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi
*      Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih
*      Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek
E.     Bentuk-Bentuk Badan Usaha
§  Perusahaan Perorangan
Perusahaan perseorangan merupakan perusahaan dimana tempat kegiatan usaha, modal, manajemennya ditangani oleh satu orang, dan orang tersebut adalah pemilik modal dan pemimpin perusahaan. Tanggung  jawab perusahaan perorangan adalah tidak terbatas. Artinya bahwa orang tersebut (pemilik) bertanggung jawab terhadap kewajiban atau utang-utangnya dengan mengorbankan modal yang dimasalahkannya kedalam perusahaan tersebut dan dengan seluruh hartanya kekayaan milik pribadinya.
Ciri-ciri perusahaan perseorangan :
1.      Dimiliki oleh perorangan
2.      Pengelolaan terbatas atau sederhana
3.      Modal tidak terlalu besar
4.      Kelangsungan hidup usaha bergantung pada pemilik perusahhan.
Kebaikan perusahaan perseorangan :
1.      Dapat dengan mudah dimulai;
2.      Merupakan oganisasi sederhana, sehingga biaya organisasinya  pun rendah;
3.      Pemilik mempunyai kebebasan dalam  mengelolah perusahhan;
4.      Perangsang laba kuat, yang mempunyai arti bahwa pemilik berhak atas seluruh  laba perusahaan, sehingga menumbuhkan gairah untuk memajukan perusahaan
5.      Keburukan atau kekurangan perusahaan perseorangan :
6.      Besar perusahaan terbatas, karena daya kemampuan pemilik perusahaan terbatas;
7.      Keterbatasan tenaga kerja;
8.      Kemampuan manajemen terbatas
9.      Kelangsungan hidup perusahaan atau kontinuitas perusahaan tidak terjamin,karena hanya tergantung pada pemilik.
10.  Kebutuhan modal yang dapat di penuhi pemilik perusahaan relatif kecil
Di dalam pengelolaan perusahaanperseorangan, hampir keseluruhan langsung ditangani sendiri oleh pemiliknya atau kelurga sendiri. Jika perusahaan perseorangan berkembang menjadi besar, maka kegiatan manajemen baru akan terlihat lebih teratur, pemiliktidak lagi mengelola secara langsung. Melainkan akan duduk sebagai seseoarang komisaris (pengawasa), sedangkan untuk menjalankan usaha diserahkan kepada orang lain, atau manajer yang bisa berkerja lebih profesional.
§  Firma
Firma adalah perusahaan yang didirikan oleh beberapa orang yang juga lasung memimpin perusahaan. Menurut KUHD, firma adalah suatu poersekutuan untuk menjalankan perusahaan dengan memekai suatu nama untuk kepentingan bersama. Dalam persekutuan firma, semua pemilik ikut men jalankan kegiatan usaha.
Modal firma terutama berasal dari setoran dari setiap orang yang terkait dalam kesepakatan firma. Besar kecilnya bagian modal setia anggota di tetepkan berdasarkan kesepakatan bersama. Seseorang yang mempunyai keahlian tertentu yang sangat menunjang keberhasilan firma, dapat diterima sebagai anggota pemilik tanpa menyetor sejumlahmodal. Keahlian tersebutdihargai setara dengan bagian modal yang semestianya disetorkan.
Setiap pemilik firma bertanggung jawab sepenuhnya atas utang-utang perusahaan. Sementara itu, pembagian laba biasanya didasarkan pada jumlah modal yang disetorkan. Kriteria lain, seperti keahlian dan pengalaman maasing-masinganggota dapat juga dipakai sebagai dasar pertimbangan lainnya. Pada prinsipnya, setiap anggota berhak mepimin perusahaan . namun demikian, lepentian perusahaan, biasanya dipilih salah satu di antara anggota memjadi pemimpin utama.
Dalam menjalankan usaha, ada dua macam anggota firma, yaitu sebagai berikut:
1)      Anggota yang mendapat usaha bertindak atas nama perusahaan.
2)     Anggota yang tidak menerima kuasa untuk bertindak atas nama perusahaan.
Maksud atas pembagian anggota seperti di atas adalah untuk menghindarkan terjadian tindakan yang merugikan bagi perusahaan.
Kebaikan dan kelemahan persekutuan firma sebagai berikut:
1)    Kebaikan firma
§  Kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin karena tidak tergantung pada suatu orang pemilik
§  Untuk memeperoleh kredit lebih mudah karena dalam perusahaan lebih banyak orang yang bertanggung jawab.
§  Modal dapat terpenuhi dab bisa menjadi lebih besar daripada perusahhan perseorangan.
§  Adanya kerja sama dari pihak pemilik.
§  Langkah atau tindakkan lebih rasional karena perusahhan dikelolah lebih dari satu orang.
2)    Kelemahan firma
*      Tangguing jawab pemilik tidak terbatas.
*      Dapat terjadi perselisihaan antarsuku sehingga tidak jarang sampai berakibat perusahaan bubar
*      Modal susah diambil walau sekutu mengundurkan diri
*      Risiko perusahaan untuk bubar sangat besar.
§  Persekutuan Komanditer (Commanditer Vennootschap)
Peseroan komanditer adalah bentuk badan yang dirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama, dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Satu pihak dalam CV  bersedia mempimpin, mengelola perusahaan serta bertanggung jawab atas utang-utang perusahaan. Pihak lainnya dalam CV hanya bersedia menaruh modal dalam usaha, tetapi tidak bersedia mempimpin perusahaan , hanya bertanggung jawab atas uatang-utang perusahaan sebesar modal yang disertakan. Berdasarkan pengertian di atas, pada dasarnya ada dua kelompok pemilik suatu perusahaan komanditer
1.      Kelompok pertama , yaitu mereka yang menanamkan sejumlah modal dan bertindak selaku pengelola perusahaan. Mereka ini disebut sebagai sekutu komanditer.
2.      Kelompok kedua yaitu mereka hanya mengikutsertakan sejumlah modal tetapi tidak ikut mengelola perusahhan mereka ini dinamakan sekutu komanditer (sekutu pasif)
Segala sesuatu mengenai perusahaan seperti tata cara pembagian keuntungan peneriamaan sekutu baru, pengunduran diri selaku sekutu, tahun buku, dan lain sebagainya disepakati dan diatur bersama secara tertulis antara sekutu-sekutu. Perseroan komanditer memiliki keuntungan dan kelemahan sebagaimana bentuk perusahaan lain.
Keuntungan-keuntungan perseoran komanditer, yaitu sebagai berikut:
1.      Relatif mudah mendirikannya
2.      Terdapat kemungkinan mengumpulkan modal lebih besar
3.      Memungkinkan diadakan spesialisasi dalam pengolaan
4.      Pemilik termotovasi untuk bekerja keras
Kelemahaan-kelemahan perseoran  komanditer, yaitu sebagi berikut:
1.      Sebagian sekutu mempunyai tanggung jawab tidak terbatas atas utang-utang perusahaan
2.      Sering terjadi perbedaan pendapat antara sekutu-sekutu
3.      Relatif sulit untuk mengumpulkan modal. Contoh peseroan komanditer adalah perusahhan yang bergerak di bidamg percetakkan, seperti CV Grahadi, CV Haka MJ, dan CV Putra Nugraha.
§  Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas (PT/NV atau Naamloze Vennotschap) adalah suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak sereta kewajiban para pendiri maupun pemilik.
Ciri-ciri dan sifat Perseroan Terbatas :
1.      Kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi.
2.      Modal dan ukuran perusahaan besar.
3.      Kelangsungan hidup perusahaan pt ada di tangan pemilik saham.
4.      Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham.
5.      Kepemilikan mudah berpindah tangan.
6.      Mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan / pegawai.
7.      Keuntungan dibagikan kepada pemilik modal / saham dalam bentuk dividen.
8.      Kekuatan dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang saham sulit untuk membubarkan PT.
§  Koperasi
Menurut UU no. 25 Tahun 1992, Koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Tujuan Koperasi
Untuk menyejahteraan anggotanya. Tujuan utama adalah mewujudkan masyarakat adil makmur materian dan spiritual berdasarkan pancasila dan undang – undang Dasar 1945.
Prinsip – Prinsip koperasi
1.      Keanggotaan bersifat sukarela
2.      Keanggotaan terbuka
3.      Pengembangan anggota
4.      Identitas sebagai pemilik dan pelanggan
5.      Manajemen dan pengawasan dilaksanakan secara demokratis
6.      Koperasi sebagai kumpulan orang – orang
7.      Modal yang berkaitan dengan aspek social tidak dibagi
8.      Efisiensi ekonomi dari perusahaan koperasi
9.      Perkumpulan dengan sukarela
10.  Kebebasan dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
11.  Pendistribusian yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi.
§  Yayasan
Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang.
§  Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang Undang
Ciri-ciri BUMN :
1.      Pengawasan dilakukan, baik secara hirarki maupun secara fungsional dilakukan oleh pemerintah.
2.      Kekuasaan penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah.
3.      Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
4.      Semua risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah.
5.      Untuk mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara.
6.      Agar pengusaha swasta tidak memonopoli usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak.
7.      Melayani kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat.
8.      Merupakan lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari keuntungan, tetapi dibenarkan untuk memupuk keuntungan.
9.      Merupakan salah satu stabilisator perekonomian negara.
10.  Dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya prinsip-prinsip ekonomi.
11.  Modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.
12.  Peranan pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh masyarakat, besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara.
13.  Pinjaman pemerintah dalam bentuk obligasi.
14.  Modal juga diperoleh dari bantuan luar negeri.
15.  Bila memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
16.  Pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank

SUMBER








 

yuliana wulandari ekhwan © 2008. Template Design By: SkinCorner