Kamis, 02 Mei 2013

PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN DI INDONESIA


PENDAHULUAN
Negara Indonesia memiliki peluang sebagai Negara yang memiliki pamgsa pasar syariah terbesar dengan populasi penduduk beragama islam terbesar didunia. Pejalanan waktu menunjukan bahwa ekonomi syariah bisa menjadi pilihan untuk mengatasi masalah yang saat ini masih menjadi sebuah krisis global. Dalam perkembangannya kemudian, ekonomi syariah mendapat tanggapan yang cukup baik. Maka dari itu, saat ini banyak bermunculan lembaga berbasiskan nama syariah. Tetapi belum tentu system ataupun konsep yang diterapkan bisa sesuai dengan syariah. Karena system ekonomi syariah masih bercampur tangan dengan system lembaga konvensional yag dianut bangsa Indonesia.lembaga keuangan berlabel syariah mau tidak mau harus tetap mengikuti system atau meninduk pada Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang sah menurut Undang-Undang yang ditetapkan Pemerintah.Adapun lembaga keuangan yang ada saat ini di Indonesia yang berlabel syariah meliputi Bank Syariah, BMI, Asuransi syariah, Penggadaian Syariah, sukuk dan lain sebagainya.Bahkan, dibentuk pula Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah nasional yang bertugas sebagai pengawas transaksi-transaksi lembaga keuangan syariah. Seiring dengan berkembangnya system syariah, pemerintah mengesahkan peraturan yang mengatur tentang syariah yaitu Undang-Undang no. 21 Tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah. Dengan disahkannya Undang-Undang tersebut semakin menambah eksistensi perekonomian syariah di Indonesia dan juga diharapkan dengan dukungan pemerintah melalui paying hokum dapat menstimulan pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia.

ISI

TAHAP PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
Di tengah rentannya kondisi keuangan global, perbankan syariah di Indonesia mencatatkan kinerja yang sangat bagus, baik secara kualitas maupun kuantitas.  Menurut statistik Bank Indonesia, perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia setiap tahunnya cukup fantastis dan menggembirakan, tumbuh antara 40-45 persen per tahun. Hal ini tercermin dari pertumbuhan asset, peningkatan pembiayaan, ekspansi pelayanan ( jaringan kantor yang semakin meluas menjangkau 33 propinsi di Indonesia).Dalam menghadapi badai krisis global (1998, 2008, dan krisis eropa 2011) industri  perbankan syariah di Indonesia memiliki daya tahan yang kokoh serta menunjukkan prestasi  performance yang baik. Fungsi intermediasi perbankan terus berjalan dengan baik dengan FDR di atas 100 %. Pembiayaan  produktif (modal kerja dan investasi) terus meningkat melebihi   70% dari total pembiayaan  yang disalurkan oleh perbankan syariah. Sebaliknya pembiayaan consumer semakin melambat seiring dengan meningkatkannya pembiayaan produktif. Menurut data BI, pertumbuhan pangsa pembiayaan jenis konsumsi dibandingkan jenis produktif (modal kerja + investasi) telah melambat tipis menjadi sebesar 28%  dari 30,09%. (2010 – 2011).


Tabel 1.2 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)
Indikasi
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Aset
7.945
15.210
20.880
28.722
36,537
49.555
66.090
DPK
5.725
11.718
15.584
20.672
28.011
36.852
52.271
Pembiayaan
5.561
11.324
15.270
20.445
27.944
38.198
46.886
FDR
97,14%
96,64%
97,76%
98,90%
99.76%
103.65%
89.70%
NPF
2,34%
2,38%
2,82%
4,75%
4,07%
3.95%
4.01%

Menurut data Bank Indonesia, kini   sudah ada 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS),  dan 156 BPRS, dengan jaringan kantor meningkat dari 1.692 kantor di tahun sebelumnya menjadi 2.574 di tahun 2012, Dengan demikian jumlah jaringan kantor layanan perbankan syariah meningkat sebesar  25,31%. (Data diperoleh pada 17 Desember 2012). Aset perbankan syariah saat ini sudah mencapai   Rp.179 Triliun (4,4 % dari asset perbankan nasional), Sementara DPK Rp. 137 Triliun.  Suatu hal yang luar biasa  adalah, total  pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah  sebesar Rp 139 Triliun, melebihi jumlah DPK, Ini berarti FDR perbankan syariah di atas 100 persen. Data ini menunjukkan bahwa fungsi intermediasi perbankan syariah untuk menggerakan perekenomian, sangatlah besar.

Tabel 1.1 Perkembangan Bank Syariah Indonesia
Indikasi
1998
KP/UUS
2003
KP/UUS
2004
KP/UUS
2005
KP/UUS
2006
KP/UUS
2007
KP/UUS
2008
KP/UUS
2009
KP/UUS
BUS
1
2
3
3
3
3
5
6
UUS
-
8
15
19
20
25
27
25
BPRS
76
84
88
92
105
114
131
139


Pertumbuhan  asset, DPK dan pembiayaan juga relative masih tinggi, masing-masingnya adalah,  aset tumbuh ± 37%, DPK tumbuh ± 32%, dan Pembiayaan  tumbuh ± 40%). Satu hal yang perlu dicatat, bahwa market share pembiayaan perbankan syariah dibanding konvensional, sudah melebihi dari lima persen, tepatnya  5,24 %. Jumlah nasabah pengguna perbankan syariah dari tahun ke tahun meningkat signifikan, dari tahun 2011-2012  tumbuh sebesar 36,4 %.  Kini jumlah penggunanya 13,4 juta rekening (Okt’ 2012, 36,4% –  yoy), baik nasabah DPK maupun nasabah pembiayaan. Apabila pada tahun 2011 jumlah pemilik rekening sebanyak 9,8 juta, maka di tahun 2012 menjadi 13,4 juta rekening, berarti dalam setahun bertambah sebesar 3,6 juta nasabah.Dengan pertumbuhan yang besar tersebut, maka akan semakin banyak masyarakat yang terlayani. Makin meluasnya jangkauan perbankan syariah menunjukkan  peran perbankan syariah makin besar untuk pembangunan ekonomi rakyat di negeri ini. Kita punya obsesi, perbankan syariah  seharusnya tampil sebagai garda terdepan atau  lokomotif terwujudnya financial inclusion. Hal ini disebabkan karena missi dasar dan  utama syariah adalah pengentasan kemiskinan dan pembangunan kesejahteraan  seluruh lapisan masyarakat. Bank syariah harus dinikmati masyarakat luas bahkan di masa depan sampai ke pedesaan, seperti BRI. Seluruh  bentuk hambatan yang bersifat price maupun nonprice terhadap akses lembaga keuangan, harus dikurangi dan dihilangkan.
Menurut survey Bank Dunia (2010), hanya  49 persen penduduk Indonesia yang memiliki akses terhadap lembaga keuangan formal. Dengan demikian masyarakat yang tidak memiliki tabungan baik di bank maupun di lembaga keuangan non bank relative masih tinggi, 52 %. Kehadiran bank-bank syariah yang demikian cepat pertumbuhannya diharapkan akan mendekatkan masyarakat kepada lembaga keuangan formal, seperti perbankan syariah.

PERAN BANK SYARIAH TERHADAP PEREKONOMIAN DI INDONESIA

Di Indonesia, pengembangan ekonomi Islam telah diadopsi ke dalam kerangka besar kebijakan ekonomi. Paling tidak, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan di tanah air telah menetapkan perbankan syariah sebagai salah satu pilar penyangga dual-banking system dan mendorong pangsa pasar bank-bank syariah yang lebih luas. BI juga akan terus mendorong peran serta perbankan syariah bagi perekonomian hingga pengawasan perbankan benar-benar diambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ke depan, BI terus mengarahkan dan mendorong bank untuk masuk pada pembiayaan sektor riil, dalam kaitannya dengan pembiayaan yang ramah lingkungan dalam masa transisi OJK ini. Perbankan syariah juga harus terus diarahkan ke arah pembiayaan yang produktif, agar benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Terkait peraturan perbankan syariah, bank Indonesia selalu berupaya mengarahkan agar peraturan yang dikeluarkan tetap dapat menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan syariah. Bank Indonesia juga mengarahkan peraturan perbankan syariah dalam kaitannya terhadap perlindungan masyarakat, optimalisasi lembaga perbankan syariah dalam menunjang program pembangunan, serta mencegah praktik penyelewengan di bidang perbankan. Ketentuan perbankan syariah yang selama ini berjalan dapat terus dilaksanakan oleh OJK saat pengawasan perbankan beralih ke lembaga tersebut tahun 2014
 Begitu juga, Departemen Keuangan melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam/LK) telah mengakui keberadaan lembaga keuangan syariah non bank seperti asuransi dan pasar modal syariah. Sementara itu, Departemen Agama telah mengeluarkan akreditasi bagi organisasi-organisasi pengelola zakat, baik di tingkatan pusat maupun daerah.
Penyaluran dana perbankan syariah yang terbanyak disalurkan ke unit financing sebesar 84,8% sedangkan untuk penyaluran ke bank lain (inter-bank asset) hanya sebesar 15,2%.Jumlah dana yang disalurkan harus sesuai dengan banyaknya jumlah dana yang terkumpul agar bisa bermanfaat bagi masyarakat.  System bagi hasil antara bank, penyumbang dana dan peminjam juga disesuaikan dengan kesepakatan atau peraturan yang sudah ditetapkan di awal.






Walaupun Rasio Pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan (Non Performing Financing) dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi, tetapi dari tahun 2006 hingga Januari 2012 mengalami penurunan sebesar 2,07%.
PENUTUP

            Ekonomi dan keuangan islam diprediksi akan menjadi masa depan system perekonomian dunia, system ekonomi konvensional yang digunakan saat ini terbukti tidak efektif. System ekonomi konvensional telah gagal menunjukan strategi yang tepat. Hal itu disebabkan adanya konflik antara system dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam hal ini ekonomi islam merupakan salah satu system ekonomi yang sangat mungkin untuk melakukan hal tersebut dan mencapai tujuan perekonomian dunia dengan sukses. Dengan banyaknya lembaga keuangan yang menganut system syariah, dapat membuat perekonomian di suatu Negara lebih stabil. Contohnya: Negara Timur Tengah yang menganut system ekonomi syariah dan lembaga perbankan syariah bisa terhindar dari krisis ekonomi dunia. Contoh lain, krisis ekonomi di Negara Asia tahun 1997-1998, krisis global tahun 2008-2009, juga krisis Negara Eropa. Hal tersebut menunjukan bahwa rapuhnya system ekonomi kapitalis. Disinilah mulai timbul kesdaraan bahwa disetiap Negara di dunia harus menganut system ekonomi syariah dan perbankan islam.


DAFTAR PUSTAKA





0 komentar:

Posting Komentar

 

yuliana wulandari ekhwan © 2008. Template Design By: SkinCorner