Nama : Yuliana Wulandari Ekhwan
Kelas : 2EB20
NPM : 27212939
BAB 4
HUKUM PERIKATAN
A.
Pengertian
Hukum
perikatan yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan sebutan verbintenis
ternyata memiliki arti yang lebih luas daripada perjanjian. Hal ini
disebabkan karena hukum perikatan juga mengatur suatu hubungan hukum yang tidak
bersumber dari suatu persetujuan atau perjanjian. Hukum perikatan yang demikian
timbul dari adanya perbuatan melanggar hukum “onrechtmatigedaad” dan perkataan
yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan
persetujuan “zaakwaarneming”.
Berikut
ini merupakan definisi hukum perikatan menurut para ahli :
1. Menurut
Pitlo
Hukum
perikatan menurut Pitlo adalah “suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki
hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu
prestasi”.
2. Menurut
Subekti
Hukum
perikatan menurut Subekti adalah "Suatu hubungan hukum antara 2
pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang
lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu".
3. Menurut
Hofmann
Hukum
perikatan menurut Hofmann adalah “suatu hubungan hukum antara sejumlah
terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang
daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu".
4. Menurut
Vollmar
Hukum
Perikatan Menurut Vollmar, Ditinjau dari isinya, ternyata bahwa perikatan itu
ada selama seseorang itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin
dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim.
Sementara
pengertian hukum perikatan yang umum digunakan dalam ilmu hukum adalah: “Suatu
hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak
kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya
sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak
yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak
yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara
barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan prestasi”.
B.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUHP terdapat 3 sumber, yakni :
1. Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
2. Perikatan
yang timbul dari undang-undang
3. Perkatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
Sumber
perikatan berdasarkan Undang-undang, yaitu :
1. Perikatan
( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan lahir karena persutujuan atau karena
undang-undang. perikatan ditunjukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan
( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana
satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang
( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai perbuatan orang
C.
Azas-Azas Dalam Hukum Perikatan
Asas-asas
dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas
kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1. Asas
Kebebasan Berkontrak
Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas
konsensualisme
Asas
konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas.
Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah
a. Kata
Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata
sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
b. Cakap
untuk Membuat Suatu Perjanjian
Cakap
untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut
hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
c. Mengenai
Suatu Hal Tertentu
Mengenai
suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci
(jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan
kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan
antara para pihak.
d. Suatu
sebab yang Halal
Suatu
sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa)
yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
D.
Wansprestasi dan Akibat-akibatnya
·
Wanprestasi
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Adapun
bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak
melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan
apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan
apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
·
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat
wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan
wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar
Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti
rugi sering diperinci meliputi tiga unsur, yakni
Ø Biaya
adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan
oleh salah satu pihak;
Ø Rugi
adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat
oleh kelalaian si debitor;
Ø Bunga
adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau
dihitung oleh kreditor.
2. Pembatalan
Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
Di
dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan
Pasal 1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum
perjanjian diadakan.
3. Peralihan
Risiko
Peralihan
risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi
suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan
menjadi obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.
E.
Hapusnya Perikatan
Perikatan
itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai
berikut :
a. Pembayaran
Dengan
“pembayaran” dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela. Yang
wajib membayar suatu utang, bukan saja si berutang, tetapi juga seorang kawan
berutang dan seorang penanggung utang. Dalam pasal 1332 KUHPer diterangkan
bahwa suatu perikatan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga yang tidak
mempunyai kepentingan, asal saja orang pihak ketiga yang bertindak atas nama
dan untuk melunasi utangnya si berutang, atau jika ia bertindak atas namanya
sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang. Agar pembayaran itu
sah, perlu orang yang membayar itu pemilik dari barang yang dibayarkan dan
berkuasa memindahtangankannya.
Pembayaran
harus dilakukan kepada si berpiutang (kreditur) atau kepada seorang yang
dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan oleh hakim atau
oleh UU untuk menerima pembayaran-permbayaran bagi si berpiutang.
b. Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
Merupakan cara
pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak
pembayaran. Cara itu adalah sebagai berikut :
o
Barang
atau uang yang akan dibayarkan itu ditawarkan secara resmi oleh seorang notaris
atau seorang juru sita pengadilan kepada kreditur atas nama debitur, pembayaran
mana akan dilakukan dengan menyerahkan (membayarkan) barang atau uang yang
telah diperinci. Notaris atau juru sita tadi sudah menyediakan suatu proses
perbal.
o
Apabila
kreditur suka menerima barang atau uang yang ditawarkan itu, maka selesailah
perkara pembayaran itu.
o
Apabila
kreditur menolak, maka notaris/juru sita akan mempersilahkan kreditur itu
menandatangani proses perbal tersebut dan jika kreditur tidak suka menaruh
tanda tangannya, hal itu akan dicatat oleh notaris/jurusita di atas surat
proses perbal tersebut. Dengan demikian ada bukti yang resmi bahwa si
berpiutang telah menolak pembayaran.
o
Langkah
berikutnya: Debitur di muka Pengadilan Negeri dengan permohonan kepada
pengadilan itu supaya pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran yang telah
dilakukan itu.
o
Setelah
itu, maka barang atau uang yang akan dibayarkan itu, disimpan atau dititipkan
kepada Panitera Pengadilan Negeri dan dengan demikian utang piutang itu sudah
hapus. Barang atau uang tersebut di atas berada dalam simpanan Kepaniteraan
Pengadilan Negeri atas tanggungan (resiko) si berpiutang.
Si berpiutang sudah
bebas dari utangnya. Segala biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan
penawaran pembayaran tunai dan penyimpanan, harus dipikul oleh si
berutang.
c. Pembaharuan
utang;
Menurut
pasal 1413 KUHPer, ada 3 macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan utang
atau novasi, yaitu:
§ Apabila
seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang
menghutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya.
Disebut dengan novasi objektif karena yang diperbaharui adalah objeknya
perjanjian.
§ Apabila
seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang
oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya. Disebut novasi subjektif
passif karena yang diganti adalah debiturnya;
§ Apabila
sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk
menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari
perikatannya. Disebut sebagai novasi subjektif aktif karena yang diganti adalah
krediturnya.
d. Perjumpaan
utang atau kompensasi;
Merupakan
cara penghapusan utang dengan jalan memperjumpakan atau memperhitungkan utang
piutang secara timbal balik antara kreditur dan debitur. Jika dua orang saling
berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan,
dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan.
o
Perjumpaan tersebut terjadi demi hukum
Agar
dua utang dapat diperjumpakan, perlulah dua utang itu seketika dapat ditetapkan
besarnya atau jumlahnya dan seketika dapat ditagih. Kedua utang itu harus
sama-sama mengenai uang atau barang yang dapat dihabiskan, dari jenis dan
kwalitet yang sama, misalnya beras kwalitet Cianjur.
Perjumpaan
terjadi dengan tidak dibedakan dari sumber apa utang piutang antara kedua belah
pihak itu telah lahir, terkecuali:
Apabila dituntutnya pengembalian suatu
barang yang secara berlawanan dengan hukum dirampas dari pemiliknya;
Apabila dituntutnya pengembalian barang
sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan;
Terdapat sesuatu utang yang bersumber
pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tak dapat disita
(alimentasi).
Jadi
ketentuan di atas merupakan larangan kompensasi dalam hal-hal yang demikian
e. Percampuran
utang;
Apabila
kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berutang (debitur)
berkumpul pada satu orang, maka terjadi demi hukum suatu pencampuran utang
dengan mana utang-piutang itu dihapuskan. Misalnya, si debitur dalam suatu
testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau si debitur kawin
dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin. Hapusnya utang piutang
dalam hal pencampuran ini, adalah betul-betul “demi hukum” dalam arti
otomatis.
Pencampuran
utang yang terjadi pada dirinya si berutang utama berlaku juga untuk keuntungan
para penanggung utangnya (“borg). Sebaliknya pencampuran yang terjadi pada
seorang penanggung utang tidak sekali-kali mengakibatkan hapusnya utang pokok.
f. Pembebasan
utang;
Apabila
si berpiutang dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari si
berutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian, maka
perikatan – yaitu hubungan utang piutang – hapus. Perikatan di sini hapus
karena pembebasan. Pembebasan suatu utang tidak boleh dipersangkakan, tetapi
harus dibuktikan, misalnya pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara
sukarela oleh si berpiutang kepada si berutang.
Pembebasan
utang perlu diterima baik dahulu oleh debitur, barulah dapat dikatakan bahwa
perikatan utang-piutang telah hapus karena pembebasan, sebab ada juga
kemungkinan seorang debitur tidak suka dibebaskan dari utangnya.
Perbedaan
antara pembebasan utang dengan pemberian (“schenking”) adalah bahwa pembebasan
utang tidak menerbitkan suatu perikatan, justru menghapuskan perikatan, dan
dengan suatu pembebasan tidak dapat dipindahkan suatu hak milik, sebaliknya
suatu pemberian meletakkan suatu perikatan antara pihak penghibah dan pihak
yang menerima hibah dan perikatan itu bertujuan memindahkan hak milik atas
sesuatu barang dari pihak yang satu kepada pihak yang lainnya.
Musnahnya
barang yang terutang Jika barang tertentu yang menjadi objek perjanjian musnah,
tak lagi dapat diperdagangkan, atau hilang,hingga sama sekali tidak diketahui
apakah barang itu masih ada, maka hapuslah perikatannya, asal barang tadi
musnah atau hilang di luar kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai
menyerahkannya.
g. Musnahnya
barang yang terutang;
h. Batal/pembatalan;
Perjanjian-perjanjian
yang kekurangan syarat objektifnya (sepakat atau kecakapan) dapat dimintakan
pembatalan oleh orang tua atau wali dari pihak yang tidak cakap itu atau oleh
pihak yang memberikan perizinannya secara tidak bebas karena menderita paksaan atau
karena khilaf atau ditipu. Meminta pembatalan perjanjian yang kekurangan syarat
subjektifnya itu dapat dilakukan dengan dua cara:
v Pertama,
secara aktif menuntut pembatalan perjanjian yang demikian di depan hakim.
v Kedua,
secara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi
perjanjian dan di situlah baru mengajukan kekurangannya perjanjian itu.
Untuk
penuntutan secara aktif diberi batas waktu 5 tahun, sedangkan untuk pembatalan
sebagai pembelaan tidak diadakan pembatasan waktu itu. Penuntutan pembatalan
akan tidak diterima oleh Hakim, jika ternyata sudah ada “penerimaan baik” dari
pihak yang dirugikan, karena seorang yang sudah menerima baik suatu kekurangan
atau suatu perbuatan yang merugikan baginya, dapat dianggap telah melepaskan
haknya untuk meminta pembatalan.
Ada
pula kekuasaan yang oleh “Ordonansi Woeker” diberikan kepada Hakim untuk
membatalkan perjanjian, kalau ternyata antara kedua belah pihak telah
diletakkan kewajiban secara timbal balik, yang satu sama lain jauh tidak
seimbang dan ternyata pula, satu pihak telah berbuat secara bodoh, kurang
pengalaman atau dalam keadaan terpaksa.
i.Berlakunya
suatu syarat batal;
Perikatan
bersyarat adalah suatu perikatan yang nasibnya digantungkan pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik
secara menangguhkan lahirnya perikatan sehingga terjadinya peristiwa tadi, atau
secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa
tersebut.
Dalam
hal yang pertama, perikatan dilahirkan hanya apabila peristiwa yang dimaksud
itu terjadi. Dalam hal yang kedua, suatu perikatan yang sudah dilahirkan justru
akan berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi.
Perikatan semacam yang terakhir ini dinamakan suatu perikatan dengan suatu
syarat batal.
Dalam
Hukum Perjanjian pada asasnya suatu syarat batal selamanya berlaku surut hingga
saat lahirnya perjanjian. Syarat batal adalah suatu syarat yang apabila
terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada
keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian. Dengan begitu,
syarat batal itu mewajibkan si berutang untuk mengembalikan apa yang telah
diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan itu terjadi. Namun berlaku
surutnya pembatalan itu hanyalah suatu pedoman yang harus dilaksanakan jika itu
mungkin dilaksanakan.
j. Lewat
waktu.
Menurut
pasal 1946 KUHPer, yang dinamakan daluwarsa atau lewat waktu ialah suatu upaya
untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang.
Daluwarsa
untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dinamakan daluwarsa “acquisitif”,
sedangkan daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan (atau suatu tuntutan)
dinamakan daluwarsa “extinctif”.
Menurut
pasal 1967, segala tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan, maupun yang
bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh
tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan adanya daluwarsa itu tidak usah
mempertunjukkan suatu atas hak, lagipula tak dapatlah diajukan terhadapnya
sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.
Dengan
lewatnya waktu tersebut di atas, hapuslah setiap perikatan hukum dan tinggallah
suatu “perikatan bebas” artinya kalau dibayar boleh tetapi tidak dapat dituntut
di depan hakim. Debitur jika ditagih utangnya atau dituntut di depan pengadilan
dapat mengajukan tangkisan (eksepsi) tentang kedaluwarsanya piutang dan dengan
demikian mengelak atau menangkis setiap tuntutan
BAB 5
PERJANJIAN
A. Pengertian
Perjanjian
§ Menurut
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian
menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
§ Menurut
Rutten
Perjanjian
adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari
peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua
atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi
kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan
atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
§ Menurut
adat
Perjanjian
menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin
kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan
pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
B. Standar
Kontrak Dalam Hukum Perjanjian
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
o
Kontrak standar umum artinya kontrak
yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada
debitur.
o
Kontrak standar khusus, artinya kontrak
standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak
ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Menurut
Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan
karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak
baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung
dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu
kontrak harus berisi:
Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang
membuat kontrak.
Subjek dan jangka waktu kontrak
Lingkup kontrak
Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
Kewajiban dan tanggung jawab
Pembatalan kontrak
C. Macam
– Macam Perjanjian
1. Perjanjian
Jual-beli
2. Perjanjian
Tukar Menukar
3. Perjanjian
Sewa-Menyewa
4. Perjanjian
Persekutuan
5. Perjanjian
Perkumpulan
6. Perjanjian
Hibah
7. Perjanjian
Penitipan Barang
8. Perjanjian
Pinjam-Pakai
9. Perjanjian
Pinjam Meminjam
10. Perjanjian
Untung-Untungan
D. Syarat
Sahnya Perjanjian
Menurut
Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi
empat syarat yaitu :
1. Sepakat
untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang
mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai
segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara
bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti
mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum.
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap
menurut hukum.
3. Suatu
hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini
diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan.
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab
yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud
untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah
jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau
ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu
atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
E. Syarat
Lahirnya Perjanjian
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan. Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat
konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak
atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan
memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki
apa yang disepakati.
Mariam
Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak
yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan
pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang
menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak
dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang
disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada
beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak
yaitu:
Ø Teori
Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut
teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis
surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
Ø Teori
Pengiriman (Verzending Theori)
Menurut
teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak.
Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
Ø Teori
Pengetahuan (Vernemingstheorie)
Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui
isinya oleh pihak yang menawarkan.
Ø Teori
penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak
peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok
adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang
dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
a. Pelaksanaan
Perjanjian
Itikad
baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi
perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah
dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur
atau dibatalkan secara sepihak saja.
b. Pembatalan
Perjanjian
Pembatalan
Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat
perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu
pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya
suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu
yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak
pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau
secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait
resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat
hukum
5. Tidak
lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
BAB 6 & 7
Hukum Dagang (KUHD)
A. Hubungan
Hukum Perdata Dengan Hukum Dagang
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum
Perdata:
1. Hukum
Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada
kepentingan perseorangan
2. Hukum
Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3. Hukum
Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan
manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan
hidupnya.
Hukum
dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan
bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata
merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus
(lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut,
maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex
generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang
bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang
Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus
diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang
disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan
antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti
karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi.
Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam
mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum
Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
meruapkan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex
Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat
mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga
dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak
mengaturnya secara khusus.
B. Berlakunya
Hukum Dagang
Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1
aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada
masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan
penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami
perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami
perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian
kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan
peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun
tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia
dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)
dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.
C. Hubungan
Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha
(pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara
bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu
orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan
yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang
disebut sebagai pembantu pengusaha. Secara umum pembantu pengusaha dapat digolongkan
menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Pembantu-pembantu
pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus
fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
2. Pembantu
pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara, noratis,
makelar, komisioner.
D. Pengusaha
dan Kewajibannya
Memberikan ijin kepada buruh untuk
beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari
7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan
Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah
laki/laki dan perempuan
Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25
orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan
Wajib membayar upah pekerja pada saat
istirahat / libur pada hari libur resmi
Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya
(THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus
menerus atau lebih
Wajib mengikut sertakan dalam program
Jamsostek
E. Bentuk-Bentuk
Badan Usaha
§ Perusahaan
Perorangan
Perusahaan
perseorangan merupakan perusahaan dimana tempat kegiatan usaha, modal,
manajemennya ditangani oleh satu orang, dan orang tersebut adalah pemilik modal
dan pemimpin perusahaan. Tanggung jawab perusahaan perorangan adalah
tidak terbatas. Artinya bahwa orang tersebut (pemilik) bertanggung jawab
terhadap kewajiban atau utang-utangnya dengan mengorbankan modal yang
dimasalahkannya kedalam perusahaan tersebut dan dengan seluruh hartanya
kekayaan milik pribadinya.
Ciri-ciri
perusahaan perseorangan :
1. Dimiliki
oleh perorangan
2. Pengelolaan
terbatas atau sederhana
3. Modal
tidak terlalu besar
4. Kelangsungan
hidup usaha bergantung pada pemilik perusahhan.
Kebaikan
perusahaan perseorangan :
1. Dapat
dengan mudah dimulai;
2. Merupakan
oganisasi sederhana, sehingga biaya organisasinya pun rendah;
3. Pemilik
mempunyai kebebasan dalam mengelolah perusahhan;
4. Perangsang
laba kuat, yang mempunyai arti bahwa pemilik berhak atas seluruh laba perusahaan,
sehingga menumbuhkan gairah untuk memajukan perusahaan
5. Keburukan
atau kekurangan perusahaan perseorangan :
6. Besar
perusahaan terbatas, karena daya kemampuan pemilik perusahaan terbatas;
7. Keterbatasan
tenaga kerja;
8. Kemampuan
manajemen terbatas
9. Kelangsungan
hidup perusahaan atau kontinuitas perusahaan tidak terjamin,karena hanya
tergantung pada pemilik.
10. Kebutuhan
modal yang dapat di penuhi pemilik perusahaan relatif kecil
Di
dalam pengelolaan perusahaanperseorangan, hampir keseluruhan langsung ditangani
sendiri oleh pemiliknya atau kelurga sendiri. Jika perusahaan perseorangan
berkembang menjadi besar, maka kegiatan manajemen baru akan terlihat lebih
teratur, pemiliktidak lagi mengelola secara langsung. Melainkan akan duduk
sebagai seseoarang komisaris (pengawasa), sedangkan untuk menjalankan usaha
diserahkan kepada orang lain, atau manajer yang bisa berkerja lebih
profesional.
§ Firma
Firma
adalah perusahaan yang didirikan oleh beberapa orang yang juga lasung memimpin
perusahaan. Menurut KUHD, firma adalah suatu poersekutuan untuk menjalankan
perusahaan dengan memekai suatu nama untuk kepentingan bersama. Dalam
persekutuan firma, semua pemilik ikut men jalankan kegiatan usaha.
Modal
firma terutama berasal dari setoran dari setiap orang yang terkait dalam kesepakatan
firma. Besar kecilnya bagian modal setia anggota di tetepkan berdasarkan
kesepakatan bersama. Seseorang yang mempunyai keahlian tertentu yang sangat
menunjang keberhasilan firma, dapat diterima sebagai anggota pemilik tanpa
menyetor sejumlahmodal. Keahlian tersebutdihargai setara dengan bagian modal
yang semestianya disetorkan.
Setiap
pemilik firma bertanggung jawab sepenuhnya atas utang-utang perusahaan.
Sementara itu, pembagian laba biasanya didasarkan pada jumlah modal yang
disetorkan. Kriteria lain, seperti keahlian dan pengalaman
maasing-masinganggota dapat juga dipakai sebagai dasar pertimbangan lainnya.
Pada prinsipnya, setiap anggota berhak mepimin perusahaan . namun demikian,
lepentian perusahaan, biasanya dipilih salah satu di antara anggota memjadi
pemimpin utama.
Dalam
menjalankan usaha, ada dua macam anggota firma, yaitu sebagai berikut:
1)
Anggota yang mendapat usaha bertindak atas nama perusahaan.
2)
Anggota yang tidak menerima kuasa untuk bertindak atas nama perusahaan.
Maksud
atas pembagian anggota seperti di atas adalah untuk menghindarkan terjadian
tindakan yang merugikan bagi perusahaan.
Kebaikan
dan kelemahan persekutuan firma sebagai berikut:
1) Kebaikan
firma
§ Kelangsungan
hidup perusahaan lebih terjamin karena tidak tergantung pada suatu orang
pemilik
§ Untuk
memeperoleh kredit lebih mudah karena dalam perusahaan lebih banyak orang yang
bertanggung jawab.
§ Modal
dapat terpenuhi dab bisa menjadi lebih besar daripada perusahhan perseorangan.
§ Adanya
kerja sama dari pihak pemilik.
§ Langkah
atau tindakkan lebih rasional karena perusahhan dikelolah lebih dari satu
orang.
2) Kelemahan
firma
Tangguing jawab pemilik tidak terbatas.
Dapat terjadi perselisihaan antarsuku
sehingga tidak jarang sampai berakibat perusahaan bubar
Modal susah diambil walau sekutu
mengundurkan diri
Risiko perusahaan untuk bubar sangat
besar.
§ Persekutuan
Komanditer (Commanditer Vennootschap)
Peseroan
komanditer adalah bentuk badan yang dirikan dan dimiliki oleh dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan bersama, dengan tingkat keterlibatan yang
berbeda-beda di antara anggotanya. Satu pihak dalam CV bersedia
mempimpin, mengelola perusahaan serta bertanggung jawab atas utang-utang
perusahaan. Pihak lainnya dalam CV hanya bersedia menaruh modal dalam usaha,
tetapi tidak bersedia mempimpin perusahaan , hanya bertanggung jawab atas
uatang-utang perusahaan sebesar modal yang disertakan. Berdasarkan pengertian
di atas, pada dasarnya ada dua kelompok pemilik suatu perusahaan komanditer
1. Kelompok
pertama , yaitu mereka yang menanamkan sejumlah modal dan bertindak selaku
pengelola perusahaan. Mereka ini disebut sebagai sekutu komanditer.
2. Kelompok
kedua yaitu mereka hanya mengikutsertakan sejumlah modal tetapi tidak ikut
mengelola perusahhan mereka ini dinamakan sekutu komanditer (sekutu pasif)
Segala
sesuatu mengenai perusahaan seperti tata cara pembagian keuntungan peneriamaan
sekutu baru, pengunduran diri selaku sekutu, tahun buku, dan lain sebagainya
disepakati dan diatur bersama secara tertulis antara sekutu-sekutu. Perseroan
komanditer memiliki keuntungan dan kelemahan sebagaimana bentuk perusahaan
lain.
Keuntungan-keuntungan
perseoran komanditer, yaitu sebagai berikut:
1. Relatif
mudah mendirikannya
2. Terdapat
kemungkinan mengumpulkan modal lebih besar
3. Memungkinkan
diadakan spesialisasi dalam pengolaan
4. Pemilik
termotovasi untuk bekerja keras
Kelemahaan-kelemahan
perseoran komanditer, yaitu sebagi berikut:
1. Sebagian
sekutu mempunyai tanggung jawab tidak terbatas atas utang-utang perusahaan
2. Sering
terjadi perbedaan pendapat antara sekutu-sekutu
3. Relatif
sulit untuk mengumpulkan modal. Contoh peseroan komanditer adalah perusahhan
yang bergerak di bidamg percetakkan, seperti CV Grahadi, CV Haka MJ, dan CV
Putra Nugraha.
§ Perseroan
Terbatas
Perseroan
terbatas (PT/NV atau Naamloze Vennotschap) adalah suatu badan usaha yang
mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan,
hak sereta kewajiban para pendiri maupun pemilik.
Ciri-ciri
dan sifat Perseroan Terbatas :
1. Kewajiban
terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi.
2. Modal
dan ukuran perusahaan besar.
3. Kelangsungan
hidup perusahaan pt ada di tangan pemilik saham.
4. Dapat
dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham.
5. Kepemilikan
mudah berpindah tangan.
6. Mudah
mencari tenaga kerja untuk karyawan / pegawai.
7. Keuntungan
dibagikan kepada pemilik modal / saham dalam bentuk dividen.
8. Kekuatan
dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang saham sulit untuk
membubarkan PT.
§ Koperasi
Menurut
UU no. 25 Tahun 1992, Koperasi adalah suatu bentuk badan usaha yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi yang melandaskan
kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang
berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Tujuan
Koperasi
Untuk
menyejahteraan anggotanya. Tujuan utama adalah mewujudkan masyarakat adil
makmur materian dan spiritual berdasarkan pancasila dan undang – undang Dasar
1945.
Prinsip
– Prinsip koperasi
1. Keanggotaan
bersifat sukarela
2. Keanggotaan
terbuka
3. Pengembangan
anggota
4. Identitas
sebagai pemilik dan pelanggan
5. Manajemen
dan pengawasan dilaksanakan secara demokratis
6. Koperasi
sebagai kumpulan orang – orang
7. Modal
yang berkaitan dengan aspek social tidak dibagi
8. Efisiensi
ekonomi dari perusahaan koperasi
9. Perkumpulan
dengan sukarela
10. Kebebasan
dalam pengambilan keputusan dan penetapan tujuan
11. Pendistribusian
yang adil dan merata akan hasil-hasil ekonomi.
§ Yayasan
Yayasan
adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial,
keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal
yang ditentukan dalam undang-undang.
§ Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN
adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha
apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali
jika ditentukan lain berdasarkan Undang Undang
Ciri-ciri
BUMN :
1. Pengawasan
dilakukan, baik secara hirarki maupun secara fungsional dilakukan oleh
pemerintah.
2. Kekuasaan
penuh dalam menjalankan kegiatan usaha berada di tangan pemerintah.
3. Pemerintah
berwenang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan usaha.
4. Semua
risiko yang terjadi sepenuhnya merupakan tanggung jawab pemerintah.
5. Untuk
mengisi kas negara, karena merupakan salah satu sumber penghasilan negara.
6. Agar
pengusaha swasta tidak memonopoli usaha yang menguasai hajat hidup orang
banyak.
7. Melayani
kepentingan umum atau pelayanan kepada masyarakat.
8. Merupakan
lembaga ekonomi yang tidak mempunyai tujuan utama mencari keuntungan, tetapi
dibenarkan untuk memupuk keuntungan.
9. Merupakan
salah satu stabilisator perekonomian negara.
10. Dapat
meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi serta terjaminnya
prinsip-prinsip ekonomi.
11. Modal
seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.
12. Peranan
pemerintah sebagai pemegang saham. Bila sahamnya dimiliki oleh masyarakat,
besarnya tidak lebih dari 49%, sedangkan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh
negara.
13. Pinjaman
pemerintah dalam bentuk obligasi.
14. Modal
juga diperoleh dari bantuan luar negeri.
15. Bila
memperoleh keuntungan, maka dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.
16. Pinjaman
kepada bank atau lembaga keuangan bukan bank
SUMBER