Rabu, 21 November 2012

Tulisan Sarjana Harus jadi Wirausaha




PENDAHULUAN

    A.    ALASAN MENGAPA HARUS MENJADI SEORANG PENGUSAHA
Pertama, sebagai seorang muslim, panutan kita adalah Nabi Muhammad SAW, dimana beliau adalah seorang pengusaha . Nabi Muhammad SAW sudah belajar berdagang semenjak beliau kecil, semenjak masih dalam asuhan Halimah yang mengasuh beliau saat beliau masih kecil. Beliau selalu menjunjung tinggi kejujuran dalam setiap transaksi perdagangan yang dilakukan, sehingga tak heran jika akhirnya barang dagangannya laris diburu pembeli.
Kedua, dengan menjadi pengusaha kita bisa membantu lebih banyak orang . Untuk membantu orang, kita tidak harus menjadi seorang pengusaha. Namun, untuk membantu lebih banyak orang, kita perlu menjadi seorang pengusaha . Kenapa lebih banyak orang ? Untuk membantu seseorang, siapapun bisa melakukannya. Ketika ada pengemis di pinggir jalan dan kita memberinya uang, maka kita dapat dikatakan membantu pengemis tersebut. Ketika ada teman kita yang mengalami musibah, kita memberinya bantuan, maka kita bisa disebut membantu teman kita tersebut, dan hal itu bisa dilakukan oleh semua orang, asalkan ia mempunyai niat.Seorang pengusaha dapat membantu lebih banyak orang karena saat ia memiliki seorang karyawan, maka ia telah membantu karyawan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika karyawan tersebut telah mempunyai keluarga, maka skala yang dibantu oleh keluarga tersebut semakin meluas. Saat ia menggaji karyawan tersebut, berarti ia telah membantu kehidupan keluarga tersebut, ia telah membantu anak dari karyawannya agar anaknya bisa mengenyam bangku sekolah . Dan hal itu bisa dilakukan seorang pengusaha hanya dari seorang karwayan. Bagaimana bila ia mempunyai 10 ? 100 ? atau bahkan ribuan karyawan ? berarti semakin banyak pula orang yang ia bantu, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh seorang pengusaha.
Selain itu, dengan menjadi seorang pengusaha berarti kita telah membantu pemerintah kita dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Bukan rahasia lagi jika saat ini banyak sarjana dari perguruan tinggi yang menjadi seorang pengangguran, dan kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pemerintah akan hal ini. Menjadi seorang pengusaha atau karyawan adalah pilihan hidup, kita bisa memilih salah satu diantara keduanya dengan menanggung resiko masing-masing. Sehingga , bila kita tidak ingin menjadi beban bagi pemerintah maupun bagi orang tua kita karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, maka saya pikir menjadi pengusaha adalah sebuah pilihan yang tepat.
Ketiga, dengan menjadi seorang pengusaha kita akan memiliki waktu lebih bersama keluarga. Keluarga adalah salah satu elemen terpenting dalam hidup kita, apapun akan kita lakukan untuk membahagiakan keluarga kita. Dengan menjadi seorang pengusaha, saya pikir kita akan mempunyai waktu yang lebih bersama keluarga kita .

     B.     ENTREPRENEUR TIDAK MENUNGGU TAPI MENCIPTAKAN

          Menjadi seorang pengusaha tidak hanya butuh teori, namun pengalaman dalam menjalankan usaha juga sangat penting. Bpk Dahrul Iskan (CEO Jawa Pos Group dan Dirut PT.PLN) dalam Grand Seminar IEC 2011 berkata “ Kita harus cepat dalam memulai bisnis, agar cepat gagal. Karena dari kegagalan tersebutlah kita dapat belajar untuk menjalankan bisnis yang lebih baik “. Dari pernyataan tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa kita harus menjadi seorang pengusaha sedini mungkin. Setiap ada peluang untuk memulai suatu usaha, maka kita harus cepat bergerak. Banyak orang yang hanya berfikir tentang usaha yang akan dilakukannya, tanpa adanya langkah kongkrit untuk mewujudkan hal itu, dan hal inilah yang harus diubah oleh masyarakat kita.
            Menjadi wirausaha muda mandiri nasional kini sudah menjadi mode. Tak perlu modal banyak, yang terpenting adalah ide."Saat ini wirausaha muda telah menjadi daya tarik tersendiri dikalangan anak muda yang bermodalkan ide," ungkap founder Mustika Ratu Mooryati Soedibyo dalam seminar bertema "Wirausaha Kreatif Muda Mandiri Nasional" di Universitas Bunda Mulia UBM, Jakarta Utara.Mooryati mengatakan, kunci untuk memulai usaha bukan selalu masalah modal, karena modal bisa dicari. terpenting adalah punya komitmen yang memiliki nilai jual dan dapat berguna saat menjalankan usahanya. Saat ini, menurut Mooryati, para pemuda dituntut bisa menciptakan masyarakat yang inovatif, kreatif, serta mampu membangun kemakmuran dan kesejahtraan.Mooryati mengatakan, dengan berkembangnya jiwa wirausaha muda di Indonesia semestinya kemiskinan tidak perlu terjadi kalau generasi mudanya mempunyai pemikiran-pemikiran yang kreatif dan inovatif. Mooryati mengaku memulai bisnisnya saat usianya telah menginjak usia 45 tahun. Namun hal tersebut tidak menjadikan mooryati patah semangat untuk menjalankan usahanya."Saya mulai bisnis saya pada usia 45 tahun, namun menurut saya tidak ada kata terlambat untuk berusaha," terangnya.Mooryati pun mengaku tidak mempunyai pendidikan ekonomi, tidak ada pengalaman kewirausahaan, dan suaminya pun hanya seorang pegawai negeri sipil. "Saya bisa karena saya mau, dan saya punya keinginan kuat," tegas Mooryati.Mooryati mengatakan apa yang diperolehnya hingga saat ini bukanlah hanya dari pendidikan formal, tetapi lebih kepada kemauan yang keras untuk mencapai keberhasilan."Jadi apa yang saya capai bukan karena pendidikan formal, pengalaman, tapi karena kemauan untuk maju. Entreprener itu tidak menunggu, tapi menciptakan sesuatu, itu merupakan pemikiran yang kreatif menurut saya," ungkap Mooryati.

      C.    BAKAT ENTREPRENEUR BISA DIKEMBANGKAN OLEH SIAPA SAJA

            Dalam pandangan Ir. Ciputra, orang yang memiliki atau mengelola sebuah bisnis, belum tentu seorang entrepreneur. Orang yang bisa memiliki suatu bisnis dengan meniru bisnis yang sudah berhasil, seperti banyak dilakukan dalam system waralaba. Dalam konteks ini seorang menjadi pebisnis atau pengusaha, karena memiliki bisnis. Atau orang bisa menjadi pemilik dan pengelola bisnis karena warisan dari orangtua, dari keluarga dan kerabatnya. Pebisnis modal ini tidak memulai dengan visi, tidak melakukan tindakan-tindakan inovatif, dan juga tidak mengambil resiko yang besar.”mereka itu bisa disebut sebagai pebisnis atau pengusaha, tapi saya kira bukan entrepreneur seperti yang saya maksudkan.” Kata Ciputra menegaskan pandangannya. Jadi, menurut Ciputra, seorang entrepreneur pastilah pebisnis dan pengusaha yang handal. Namun, seorang pebisnis atau pengusaha, belum tentu memenuhi kualifikasi untuk bisa disebut sebagai entrepreneur. 
Pentingnya factor lingkungan yang kondusif dan latihan untuk mengembangkan potensi dan mengasah bakat-bakat kaum muda di Indonesia, bahkan telah membuat didirikannya Universitas Ciputra di Surabaya, yang memilih tema utama Creating World Class Entrepreneur. Ciputra menyadari bahwa ada kondisi yang harus diciptakan untuk mendorong dan memperbesar kemungkinan lahirnya para entrepreneur baru yang membangun dan mengharumkan nama Indonesia di masa depan. Ciputra sendiri menemukan bakat atau talenta terbaiknya sebagai entrepreneur lewat proses pembelajaran yang berkelanjutan. Oleh karena itu, ia suka bicara soal pentingnya orang mau belajar. Ia sendiri tidak pernah mengangap dirinya sebagai orang jenius dalam segala bidang, tetapi sebagai orang yang mau belajar. Dengan kata lain, ia tidak merasa kalau orang berbakat maka tidak perlu belajar lagi. Justru ia merasa bahwa orang yang berbakat akan senang belajar dari sumber-sumber terbaik. Kata Ciputra, “Entrepreneur yang paling berbakat pun tetap manusia biasa. Dan Anda tidak harus menjadi orang jenius dalam semua bidang untuk menjadi entrepreneur sukses. Setahu saya, Li Kha Sing juga bukan orang jenius di segala bidang. Namun ia berhasil menjadi entrepreneur sukses, baik di negerinya maupun di mancanegara. Kita hanya perlu jenius dalam bidang yang sesuai dengan bakat dan pilihan hidup kita. Dan untuk itu kita harus terus belajar.” 
Orang-orang muda yang akan maupun tengah menyiapkan diri menjadi entrepreneur layaknya mencatat karakter demikian itu. Rasa ingin tahu yang besar untuk mewujudkan atau menciptakan sesuatu yang lebih baik dan bernilai mengharuskan seorang entrepreneur sebagai manusia pembelajar, tak pernah berhenti belajar.
Kembali ke soal bakat, bagaimana jika orang merasa hanya memiliki sedikit bakat untuk menjadi entrepreneur? Untuk kasus semacam ini Ciputra memberikan dua anjuran. Pertama, jadilah professional [pegawai] dengan kemampuan entrepreneurship. Orang seperti Jack Welch, yang pernah memimpin perusahaan No. 9 terbesar di dunia – General Electrics yang legendaris itu—adalah contoh professional dengan kemampuan entrepreneurship yang handal. Memilih menjadi nahkoda sebuah “kapal bisnis” skala dunia, juga merupakan suatu prestasi yang mengagumkan, bukan? Jadi potensi entrepreneurship tetap perlu dikembangkan, sekalipun berada dalam konteks organisasi bisnis yang bukan milik sendiri. Para profesional dengan kemampuan entrepreneurship ini umumnya disebut sebagai intrapreneur.
            Kedua, mulailah dengan merintis bisnis dalam skala kecil. Atau bias meneruskan bisnis keluarga yang telah lebih dulu ada, lalu mengembangkannya. Bias juga “meniru” bisnis orang lain atau mengambil bisnis waralaba. Lalu secara bertahap cobalah untuk lebih maju dengan membangun visi dan mengambil risiko yang lebih besar. Dalam pandangan penulis, menjadi pebisnis dan pengusaha dalam skala kecil menengah justru sangat diperlukan dalam konteks membangun Indonesia ke depan. Sebab yang terpenting adalah menciptakan lapangan kerja, pertama-tama bagi diri sendiri, dan kemudian belajar mempekerjakan orang.

       D.    PERAN PEMERINTAH DALAM MENCIPTAKAN ENTREPRENEUR BARU DIKALANGAN SARJANA

Kalau boleh jujur, peran pemerintah, baik pusat maupun daerah dalam menciptakan wirausahawan muda, masih sangat kecil bila dibandingkan dengan jumlah pemuda saat ini. Sudah seharusnya pemerintah berorientasi pada pembangunan ekonomi berbasis penciptaan wirausahawan-wirausahawan baru dari kalangan pemuda.Program kegiatan di berbagai sektor dan urusan pemerintah perlu diorientasikan agar terciptanya kesempatan bagi pemuda untuk berwirausaha. Sehingga pemuda Indonesia tidak melulu harus mencari kerja, selepas mengenyam pendidikan. Dengan terbukanya kesempatan berwirausaha bagi pemuda, maka sikap, mental dan cara berpikir mereka akan berubah.Perlu juga inisiatif pemerintah untuk mendirikan lembaga pembiayaan dan bank untuk pemuda atau lembaga keuangan nonperbankan yang khusus untuk melayani nasabah dari kalangan pemuda atau wirausahawan baru. Cara lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah mendorong agar lembaga keuangan dapat memberikan porsi yang seluas-luasnya  untuk mengucurkan kredit bagi wirausahawan muda dengan persyaratan yang lebih mudah.
Harus ada political and good will yang diaplikasikan dalam kebijakan anggaran dalam mendukung penciptaan wirausahawan muda sehingga impian seorang Ciputra untuk melihat ada empat juta pemuda entrepreneur dalam 25 tahun ke depan dapat terwujud. Sebagaimana Undang-Undang Kepemudaan menurut Hermawan Kartawijaya, pendiri MarkPlus Institute of Marketing, mengajak Pemuda Indonesia untuk jadi Moral Force, Social Control dan Agent of Change. Karena itu, mereka juga diharapkan jadi Leader, Entrepreneur dan Pioneer. Bahkan lebih jauh dari itu sebenarnya Bung Karno, bapak pendiri bangsa telah menanamkan benih-benih kemandirian bangsa melalui Ekonomi Berdikari sebagai salah satu pilar Trisakti. Hal itu mensiratkan bahwa Bangsa Indonesia harus memiliki kemandirian di bidang ekonomi. Menjadi bangsa yang mandiri berarti turunannya adalah masyarakat mandiri, keluarga mandiri, dan pribadi mandiri. Dan kemandirian itu hanya dimiliki oleh seorang wirausahawan.
Seperti yang dikatakan Menko Perekonomian Hatta Rajasa bahwa Indonesia masih kekurangan pengusaha-pengusaha baru. Indonesia masih defisit pengusaha, sehingga perlu ditumbuhkan pengusaha-pengusaha baru. Saat ini jumlah pengusaha Indonesia masih berada di angka 1%. Sedangkan jumlah pengusaha di negara maju setidaknya berada di angka 5% dari total penduduknya.
Untuk itu dibutuhkan peran konkret pemerintah melalui penciptaan program pendidikan kewirausahaan bagi pemuda untuk memberikan kesempatan belajar kepada mereka agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan. Namun, perlu disadari pula bahwa pemerintah agaknya tidak mampu melakukan hal itu sendiri, mengingat segala keterbatasan pendanaan dan infrastruktur pendukung lainnya. Karena itu, dibutuhkan kontribusi dan peran pihak-pihak lain untuk mewujudkan hal itu.
Selain itu, perlu adanya penumbuhan niat bagi kalangan anak muda untuk mau menjadi pengusaha atau enterpreneur. Menko Perekonomian saat ini terus menggagas dan meluncurkan berbagai program pengembangan usaha untuk kalangan muda. Sebagai Menko, Hatta pun sudah memerintahkan lembaga pembiayaan pemerintah untuk mempermudah akses pinjaman/ kredit kepada para pengusaha muda. Selain itu, tinggal bagaimana kalangan muda, calon entrepreneur muda memanfaatkan program-program yang digulirkan pemerintah.


PENUTUP
            Indonesia saat ini membutuhkan para wirausaha muda untuk dapat mendukung pertumbuhan ekonomi negara. Jumlah wirausaha di Indonesia baru mencapai 0,24 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan wirausaha di beberapa negara luar yang tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi, seperti Amerika Serikat yang mencapai 11%, Singapura 7%, dan Malaysia 5 %.Dengan melihat  perbandingan jumlah wirausaha di negara maju tersebut, wajar jika pertumbuhan perekonomian di Indonesia masih lambat, meskipun saat ini Indonesia adalah negara dengan tingkat pertumbuhan stabil. Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan sektor kewirausahaan dan meningkatkan jumlah wirausahawan agar dapat berperan dalam mendukung ekonomi negara. Namun harus diingat, pertumbuhan jumlah wirausahawan harus didukung oleh lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi. Pendidikan penting untuk memberi modal dasar bagi para wirausahawan. Melalui jalur pendidikan dapat mengubah pola pikir seseorang untuk menjadikan  wirausahawan yang bekerja dengan menggunakan ide dan kreativitas.
Peran perguruan tinggi, dalam hal ini dapat memotivasi para sarjananya menjadi young entrepreneurs, yang merupakan bagian dari salah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan. Siklus yang kemudian terjadi adalah dengan meningkatnya wirausahawan dari kalangan sarjana akan mengurangi pengangguran, serta menambah jumlah lapangan pekerjaan.Tidak ada satu pun negara maju tanpa ditopang pertumbuhan entrepreneur. Indonesia harus memperbesar jumlah wirausahawan minimal dua persen dari jumlah penduduk atau sekitar empat juta orang. Semoga pengusaha local akan bertambah, terlebih lagi kalau dimotori oleh sarjana karena itu secara tidak langsung akan berimbas pada sarjana lainnya untuk melakukan hal yang sama yaitu menjadi entrepreneur.


DAFTAR PUSTAKA


0 komentar:

Posting Komentar

 

yuliana wulandari ekhwan © 2008. Template Design By: SkinCorner