Selasa, 30 April 2013

PERKEMBANGAN WARALABA DI INDONESIA


PENDAHULUAN
Waralaba diperkenalkan pertama kali pada tahun 1850-an oleh Isaac Singer, pembuat mesin jahit Singer, ketika ingin meningkatkan distribusi penjualan mesin jahitnya. Walaupun usahanya tersebut gagal, namun dialah yang pertama kali memperkenalkan format bisnis waralaba ini di AS. Kemudian, caranya ini diikuti oleh pewaralaba lain yang lebih sukses, John S Pemberton, pendiri Coca Cola. Namun, menurut sumber lain, yang mengikuti Singer kemudian bukanlah Coca Cola, melainkan sebuah industri otomotif AS, General Motors Industry ditahun 1898. Contoh lain di AS ialah sebuah system telegraf, yang telah dioperasikan oleh berbagai perusahaan jalan kereta api, tetapi dikendalikan oleh Western Union serta persetujuan eksklusif antar pabrikan mobil dengan penjual.
Waralaba saat ini lebih didominasi oleh waralaba rumah makan siap saji. Kecenderungan ini dimulai pada tahun 1919 ketika A&W Root Beer membuka restoran cepat sajinya. Pada tahun 1935, Howard Deering Johnson bekerjasama dengan Reginald Sprague untuk memonopoli usaha restoran modern. Gagasan mereka adalah membiarkan rekanan mereka untuk mandiri menggunakan nama yang sama, makanan, persediaan, logo dan bahkan membangun desain sebagai pertukaran dengan suatu pembayaran. Dalam perkembangannya, sistem bisnis ini mengalami berbagai penyempurnaan terutama di tahun l950-an yang kemudian dikenal menjadi waralaba sebagai format bisnis (business format) atau sering pula disebut sebagai waralaba generasi kedua. Perkembangan sistem waralaba yang demikian pesat terutama di negara asalnya, AS, menyebabkan waralaba digemari sebagai suatu sistem bisnis diberbagai bidang usaha, mencapai 35 persen dari keseluruhan usaha ritel yang ada di AS. Sedangkan di Inggris, berkembangnya waralaba dirintis oleh J. Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg, pada tahun 60-an. Bisnis waralaba tidak mengenal diskriminasi. Pemilik waralaba (franchisor) dalam menyeleksi calon mitra usahanya berpedoman pada keuntungan bersama, tidak berdasarkan SARA.
ISI

A.    PERKEMBANGAN WARALABA DI INDONESIA
Bisnis waralaba di Indonesia mulai marak pada sekitar tahun 1970an dengan bermunculannya restaurant-restaurant cepat saji (fast food) seperti Kentucky Fried chiken dan Pizza Hut. Hingga tahuhn 1992 jumlah perusahaan waralaba di Indonesia mencapai 35 perusahaan, 6 di antaranya adalah perusahaan waralaba lokal dan sisanya (29) adalah waralaba asing. Perkembangan waralab asing. Perkembangan waralaba asing dari tahun ke tahun berkembang pesat sebesar 710% sejak tahun 1992 hingga tahun 1997, sedangkan perkembangan waralaba lokal hanya meningkatkan sebesar 400% (dari sejumlah 6 perusahaan menjadi 30 perusahaan). 
Namun sejak krisi moneter tahun 1997, jumlah perusahaan waralaba asing mengalami penurunan pertumbuhan sebesar -9.78% dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2001. hal ini disebabkan karena terpuruknya nilai rupiah sehingga biaya untuk franchise fee dan royalti fee serta biaya bahan baku, peralatan dan perlengkapan yang dalam dollar menjadi meningkat. Hal tersebut mempengaruhi perhitungan harga jual produk atau jasanya di Indonesia. Sebaliknya waralaba lokal mengalami peningkatan pertumbuhan rata-rata sebesar 30%. Pada tahun 2001 jumlah waralaba asing tumbuh kembali sebesar 8.5% sedangkan waralaba lokal meningkat 7.69% dari tahun 2000. Perkembangan bisnis waralaba

Tabel 1. Perkembangan Waralaba di Indonesia
Tahun
Jumlah Waralaba Asing
Jumlah Waralaba Lokal
Total
1992
1995
1996
1997
2000
2001
29
117
210
235
212
230
6
15
20
30
39
42
35
132
230
265
251
272
Sumber data : Deperindag, 2001




B. KEPASTIAN HUKUM WARALABA DI INDONESIA
Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesiadimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut:
·        Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
·        Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
·        Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
·        Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
·        Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut. Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi. Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI (Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),Franchise License Expo Indonesia ( Panorama convex), Info Franchise Expo ( Neo dan Majalah Franchise Indonesia).
C.   PEMERINTAH SIAP FASILITASI PERKEMBANGAN WARALABA
Pengembangan usaha waralaba di Indonesia, dibutuhkan sistem waralaba yang baik, dan peningkatan kreatifitas untuk menciptakan efisiensi usaha waralaba. Angga Bratahdarma, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI) akan mendorong para usaha waralaba untuk terus berkembang di Indonesia. Salah satunya dengan menyediakan fasilitator guna melayani perkembangan para pengusaha waralaba di Indonesia.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, di JCC, Jakarta, Jumat, 1 Juni 2012, mengatakan, pihaknya berupaya mendukung usaha waralaba di Indonesia. Selain menyediakan fasilitator, juga menyediakan pameran. “Kita juga berupaya menghasilkan regulasi yang mendukung perkembangan usaha waralaba di Indonesia”, tukasnya. Ia menjelaskan, untuk pengembangan usaha waralaba di Indonesia, maka dibutuhkan juga sistem waralaba yang baik, dan peningkatan kreatifitas untuk menciptakan efisiensi usaha waralaba di Indonesia. “Pemerintah juga berharap waralaba di Indonesia bisa tumbuh dengan baik, sehingga nantinya bisa berkontribusi pertumbuhan ekonomi Indonesia”, ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Franchise Indonesia, Anang Sukandar, mengatakan, perkembangan bisnis waralaba di Indonesia belumlah signifikan perrtumbuhanya. Bahkan, 90% dari 1700 usaha waralaba bisnis opportunity-nya tidak berasal dari waralaba. “Kalau untuk saya sendiri belum puas dengan perkembangan bisnis waralaba di Indonesia. Soalnya usaha waralaba masih di tingkat balita”, ucapnya.Menurutnya, Indonesia perlu mencontoh Malaysia dalam perkembangan usaha waralabanya. Pasalnya, Malaysia memiliki program percepatan usaha waralaba yang cukup baik.“Malaysia saja punya program 8 tahun untuk percepatan waralaba. Setidaknya kita harus tiru Malaysia”, 

D.   ATURAN WARALABA DORONG PERKEMBANGAN UKM
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengungkapkan penerbitan aturan waralaba jenis usaha makanan dan minuman bertujuan untuk mendorong perkembangan usaha kecil dan menengah."Kami ingin menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi waralaba jenis ini, agar tercipta wirausaha dan inovator baru yang kreatif dan profesional sehingga memiliki kemampuan untuk bersaing global," kata Gita dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (15/2). Kebijakan pengaturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 07/M-DAG/PER/2/2013 tentang Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Makanan dan Minuman. Pembenahan kebijakan itu, menurut dia, dilatarbelakangi oleh perkembangan dan pertumbuhan waralaba yang signifikan, padahal di sisi lain masih banyak masyarakat yang tidak berhasil memiliki usaha tersebut. Melalui kebijakan waralaba itu, pemerintah berharap dapat mempromosikan produk lokal dengan menetapkan kewajiban penggunaan bahan baku, peralatan yang digunakan maupun barang yang dijual.
Kebijakan waralaba juga perlu dibenahi karena terdapat penjualan barang-barang yang tidak sesuai dengan peruntukan izin usaha yang dimiliki. Misalnya waralaba yang memilki Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) jenis usaha waralaba untuk kafetaria tetapi menjual barang kelontongan yang bukan bisnis utamanya. "Kami akan terus melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga dapat menciptakan lingkungan usaha dengan sistem waralaba yang lebih kondusif, terutama untuk pengembangan UKM," katanya. Aturan waralaba itu berlaku untuk pemberi atau penerima waralaba untuk jenis usaha makanan dan minuman yang telah memiliki gerai sebanyak 250 unit. Lalu, pendirian gerai tambahan baru dapat memilih diwaralabakan dan/atau dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal. Pemberi waralaba (franchisor) atau penerima waralaba (franchisee) yang melakukan penambahan gerai melalui cara dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal sejumlah minimal 30-40 persen.
Untuk nilai investasi kurang dari atau sama dengan Rp10 miliar, jumlah penyertaan modal dari pihak lain paling sedikit 40 persen. Sementara untuk nilai investasi lebih dari Rp10 miliar, jumlah penyertaan modal dari pihak lain minimal sekitar 30 persen.

PENUTUP
Waralaba sebagai model pengembangan kemitraan bisnis memberikan peluang Yang sangat besar kepada para pengusaha UKM untuk mengembangkan usahanya, Keunggulan sistem waralaba ini adalah (1) merupakan salah satu start- up of new businees yang sangat prospektif bagi kelompok UKM, (2) menguntungkan pembeli waralaba karena tidak memerlukan promosi lagi dan bayar iklan produk, (3) mampu mengembangkan segmentasi pasar terbesar dengan menguasai jaringan-jaringan pasar, (4) sarana bagi proses alih teknologi dan ketrampilan, (5) menciptakan banyak kesempatan kerja,
Pengusaha UKM dapat memanfaatkan keunggulan franchisor secara simbiose mutualistis dengan mengelola produk yang mudah dipasarkan, image yang menarik serta paket usaha yang kompetitif tanpa keharusan mengeluarkan modal yang besar.
Untuk itu pengusaha UKM perlu meningkatkan profesionalismenya agar mampu meraih sukses dalam mengelola waralaba. Faktor kemampuan, motivasi, hubungan UKM franchisor dan struktur manajemen, merupakan faktor kristikal yang sangat mempengaruhi keberhasilan bisnis waralaba dan penerapannya.Dalam rangka memberikan kepastian hukum dalam bisnis waralaba maka perlu adanya perangkat perundang-undangan dan sistem pendanaan yang memungkinkan KUKM lebih berperan dalam pengembangan usaha waralaba Oleh karena itu pemerintah berkewajiban Untuk mendorong sistem waralaba khususnya paket-paket usaha yang diciptakan oleh pengusaha dalam negeri (hak kekayaan intelektualnya) dan diterapkan kepada pengusaha UKM yang merupakan fondasi perekonomian Indonesia jangka Panjang

DAFTAR PUSTAKA























0 komentar:

Posting Komentar

 

yuliana wulandari ekhwan © 2008. Template Design By: SkinCorner