PENDAHULUAN
Pendapatan
nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga
keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam
satu periode,biasanya selama satu tahun. Konsep pendapatan nasional pertama
kali dicetuskan oleh Sir William Petty dari Inggris yang berusaha
menaksir pendapatan nasional negaranya(Inggris) pada tahun 1665. Dalam
perhitungannya, ia menggunakan anggapan bahwa pendapatan nasional merupakan penjumlahan
biaya hidup (konsumsi) selama setahun. Namun, pendapat tersebut tidak
disepakati oleh para ahli ekonomi modern, sebab menurut pandangan ilmu ekonomi
modern, konsumsi bukanlah satu-satunya unsur dalam perhitungan pendapatan
nasional. Menurut mereka, alat utama sebagai pengukur kegiatan perekonomian
adalah Produk Nasional Bruto (Gross National Product, GNP), yaitu seluruh
jumlah barang dan jasa yang dihasilkan tiap tahun oleh negara yang bersangkutan
diukur menurut harga pasar pada suatu negara.
Berikut
adalah beberapa konsep pendapatan nasional
· Produk
Domestik Bruto (GDP)
Produk
domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang
dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu
negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga
hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan/orang asing yang
beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan
termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah
yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
· Produk
Nasional Bruto (GNP)
Produk
Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa
barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama
satu tahun; termasuk hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga
negara yang berada di luar negeri, tetapi tidak termasuk hasil produksi
perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.
· Produk
Nasional Neto (NNP)
Produk
Nasional Neto (Net National Product) adalah GNP dikurangi depresiasi atau
penyusutan barang modal (sering pula
disebut replacement). Replacement penggantian barang
modal/penyusutan bagi peralatan produski yang dipakai dalam proses produksi
umumnya bersifat taksiran sehingga mungkin saja kurang tepat dan dapat
menimbulkan kesalahan meskipun relatif kecil.
· Pendapatan
Nasional Neto (NNI)
Pendapatan
Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang dihitung menurut
jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai pemilik faktor
produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak tidak langsung.
Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan
kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dll.
ISI
PERTUMBUHAN EKONOMI
DI ASEAN
Sebagaimana terlihat dalam Grafik dan Tabel I, dalam 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat stabil di kisaran 5,5% ± 1% dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 6,11%. Sejak tahun 2007 hingga 2012, tingkat pertumbuhan hampir selalu di atas 6% dengan pengecualian tahun 2009 (4,6%) sejalan dengan krisis ekonomi global akibat kegagalan sektor kredit properti (subprime mortgage crises) dimana sebagian besar negara bahkan mengalami pertumbuhan minus. Trend tersebut berbeda bila dibandingkan dengan Singapura yang memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 6,55%, namun fluktuasinya sangat tinggi mulai dari 14,7% (2010) setelah mengalami kontraksi -1,3% (2009). Demikian pula halnya dengan Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam yang tidak lepas dari imbas krisis global tahun 2009, sehingga turut mengalami pertumbuhan yang minus. Pertumbuhan ekonomi Vietnam memang menunjukkan tingkat yang selalu lebih tinggi dibandingkan Indonesia dari periode 2002 hingga 2010, namun terlihat mulai mengalami overheating dan melambat pertumbuhannya. Sedangkan Myammar dengan skala perekonomiannya yang masih terbatas dapat mencapai pertumbuhan di atas 10% (double digit) pada periode 2002 hingga 2007 dan di masa mendatang berpotensi untuk terus tumbuh sejalan dengan reformasi dan keterbukaan politik yang ditempuh oleh Pemerintah Myammar.
PRODUK DOMESTIK BRUTO (GDP) INDONESIA TAHUN 2010-2012
Komponen PMTB tumbuh sebesar 2,94%
(qtq), diikuti Konsumsi Masyarakat sebesar 2,71%.Sedangkan komponen pengeluaran
yang mengalami penurunan adalah Pengeluaran Pemerintah (-0,07%), Ekspor
(-0,21%) serta Impor (-8,36%). Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama
pada tahun 2011, laju pertumbuhan komponen pengeluaran PMTB mencapai 10,02% dan
komponen konsumsi masyarakat mencapai 5,68%.
Dari sisi lapangan usaha, seluruh
sektor perekonomian Indonesia pada triwulan III-2012 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq). Pertumbuhan terbesar terjadi pada
sektor Pertanian (6,15%), sektor Pengangkutan dan Transportasi (4,20%), sektor
Industri (3,99%), dan sektor Konstruksi (3,79%). Sedangkan jika dibandingkan
dengan periode triwulan yang sama tahun 2011 (yoy), maka terdapat 5 sektor yang
memiliki pertumbuhan melebihi angka pertumbuhan PDB (6,17%), terutama
sektor-sektor yang padat modal, seperti: sektor Pengangkutan dan Komunikasi
(10,48%), sektor Konstruksi (7,98%), sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa
Perusahaan (7,41%), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (6,91%). Sedangkan
sektor yang berpotensi padat karya yang dapat tumbuh di atas pertumbuhan PDB
hanyalah sektor Industri (6,36%). Di sisi lain sektor Pertambangan yang padat
karya menjadi satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan minus (-0.09%)
akibat dampak dari penurunan permintaan global.
Stabilitas perekonomian nasional sepanjang tahun 2012
tercermin pula dari tingkat inflasi yang mencapai 4,3%, atau sedikit di atas
tingkat inflasi 2011 (3,8%). Tingkat inflasi yang stabil di koridor target Pemerintah
dan BI (4,5% ± 1%) didukung oleh inflasi kelompok volatile foods yang
rendah dan inflasi inti yang terkendali dengan rendahnyaimported
inflation sejalan dengan penurunan harga komoditas pangan dan energi
global. Meskipun ekspektasi inflasi sempat berfluktuasi akibat wacana kenaikan
BBM pada semester awal tahun 2012, namunadministered prices tetap
terkendali seiring dengan tidak adanya kebijakan kenaikan BBM.
POTENSI DAN PROSPEK PEREKONOMIAN
INDONESIA
Bercermin dari kinerja perekonomian nasional tahun 2012
dengan ketahanan dan kesinambungan pertumbuhan di tengah perekonomian global
yang masih belum menentu, maka perekonomian nasional tahun 2013 memiliki
potensi besar untuk terus tumbuh dan mencapai target makro ekonomi, seperti
tingkat pertumbuhan sebesar 6,8% dan tingkat inflasi sebesar 4,9%. Kekuatan
pasar domestik dan arus investasi yang semakin meningkat seiring dengan
pengakuan rating investment gradeoleh lembaga pemeringkat internasional seperti S&P,
Moody dan Fitch, merupakan modal utama pertumbuhan.
Prospek Indonesia sebagai negara dengan perekonomian nomor
16 di dunia, nomor 4 di Asia setelah China, Jepang dan India, serta terbesar di
Asia Tenggara, semakin menjanjikan dengan melimpahnya sumber daya alam,
pertumbuhan konsumsi swasta dan iklim investasi yang kondusif. Namun ke depan
masih terdapat tantangan besar untuk meningkatkan daya saing (competitiveness) yang saat ini berada pada peringkat 50 dari 144 negara,
khususnya yang berkaitan dengan peningkatan infrastruktur, kesehatan dan
pendidikan, efisiensi pasar tenaga kerja, penguasaan teknologi dan inovasi,
serta kelembagaan.
Peningkatan pendapatan per kapita menjadi US$ 3.660 membuat
Indonesia masuk ke dalam kategori negara berpendapatan menengah, dimana
pertumbuhan ekonominya tidak lagi dapat bergantung kepada sumber daya alam dan
alokasi tenaga kerja murah (resources and low cost-driven growth) namun harus mampu menghasilkan produktivitas yang lebih
tinggi dengan memanfaatkan modal fisik dan sumber daya manusia terampil (productivity-driven
growth), agar pertumbuhan ekonomi
Indonesia tidak stagnan dan terhindar dari jebakan negara berpendapatan
menengah (middle income trap).
Melalui program MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia) yang telah berjalan sejak tahun 2011, Pemerintah terusmempercepat
pengembanganberbagai program pembangunan untuk mendorong peningkatan nilai
tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan infrastruktur danenergi,
serta pembangunan SDM dan Iptek. Selain itu Pemerintah juga mendorong perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia agar efek positif dari pembangunan ekonomi
Indonesia dapat dirasakan di semua daerah dan oleh seluruh komponen masyarakat.
Diproyeksikan investasi yang dialokasikan untuk kegiatan proyek MP3EI pada
tahun 2013akan berjumlah Rp. 545,53 trilyun untuk 82 proyek infrastuktur dan 64
proyek di sektor riil yang menyebar di semua 6 koridor ekonomi, dengan porsi
terbesar di koridor Papua -Maluku (37,5%) dan
koridor Jawa (21,22%).
PENUTUP
Berlarut-larutnya penyelesaian
pemulihan krisis ekonomi di kawasan Eropa dan AS masih akan menghambat ekspansi
pertumbuhan ekspor. Pelemahan nilai tukar rupiah yang semakin berlanjut pada
awal tahun 2013 hingga mendekati Rp.10.000/US$ di satu sisi membuat harga
produk ekspor Indonesia bertambah kompetitif dan di sisi lain dapat menahan
pembelian domestik terhadap produk impor yang harganya semakin tinggi. Namun
nilai tukar rupiah harus dijaga agar tidak menembus angka psikologis tersebut
mengingat kondisi perekonomian ke depan masih dibayang-bayangi dengan ancaman
kenaikan harga minyak dunia.
Beban alokasi subsidi energi dalam APBN TA 2013 yang
mencapai Rp. 274,7 trilyun (subsidi BBM Rp 193,8 trilyun dan subsidi listrik Rp
80,9 trilyun) berpotensi untuk bertambah apabila konsumsi BBM melebihi pagu 46
juta kl dan tidak dilakukan penyesuaian harga. Selain itu keterbatasan produksi
minyak dalam negeri (lifting minyak tahun 2012 hanya mencapai 861 ribu barel per hari) menyebabkan Indonesia lebih banyak mengimpor BBM (net
importer). Nilai impor BBM setiap tahunnya
sangat besar, yaitu US$ 28 milliar pada tahun 2011(yang merupakan nilai
komoditas impor terbesar dalam neraca perdagangan Indonesia)dan berjumlah US$
26 milliar hingga November 2012 atau sementara menempati nomor 2 terbesar di
bawah impor mesin dan peralatan mekanik (US$ 26,2 milliar) sehingga berpotensi
untuk kembali menjadi komoditas impor terbesar pada penghujung tahun 2012
(Basri, 2013). Namun demikian penyesuaian harga BBM perlu dilakukan secara
seksama, baik waktu, tahapan dan besarannya mengingat akan diikuti oleh
kenaikan berbagai harga secara luas. Di sisi lain administered inflation sudah
pasti akan meningkat akibat kebijakan kenaikan harga listrik sebesar 15%
(secara bertahap/triwulan) dan kenaikan upah minimum provinsi (UMP).
Akhirnya berbagai potensi dan peluang
perekonomian yang ada harus dimanfaatkan dengan maksimal dan didukung dengan
bauran kebijakan fiskal dan moneter yang prudential, transparent dan accountable untuk memperluas penciptaan lapangan pekerjaan dan
mempercepat tingkat penurunan angka kemiskinan yang pada bulan September 2012
tercatat sejumlah 28,59 juta orang (11,66%) atau telah menurun dibandingkan
akhir tahun 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36%)
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar